Friday, December 26, 2008
Diam-Diam Kukatakan Padamu
Aku tak pernah bosan bicara soal Banjarbaru kita yang panas. Orang-orang yang terbiasa dengan sapuan debu dari truk-truk batubara yang kapan saja bisa membentur kepala anak-anak kampung Sungai Besar, lalu kabur begitu saja.
Lima belas menit lagi seharusnya menjadi waktu yang paling kita tunggu pada satu atau dua tahun silam.
Aku jadi teringat lagi dengan penunggu Minggu Raya yang paling terkenal se-Kota Idaman. Bagaimana tidak, kurasa semua lelaki yang telah singgah di sana pernah digodanya. Hih!! Andai aku tak takut pada apa-apa, kupenggalkan saja kepalanya, lantas kupajang di depan rumah Pak Wali yang terhormat itu.
Banyak sudah yang kita lewati di Banjarbaru kita, lama sudah kita lalui. Lalu diam-diam kukatakan padamu, "bagaimana jika persimpangan jalan ini merupakan tempat terakhir pertemuan kita? apa kau akan tetap mengingatku sampai habis waktunya nanti? apa kau masih mau mengingat dan menelaah setiap kata yang pernah terucap dari mulutku? apa kau akan tetap setia dengan lagu-lagu yang biasa kita nyanyikan ketika menyambut fajar, ketika menunggu senja, ketika purnama, ketika segala perkara menyatu dalam egoisme yang sama?"
Selamat Pagi :)
Langit begitu cerah, cahaya matahari pun tak mau kalah menerobos masuk melalui celah gorden yang terbuka. Sedikit membantu kumpulkan nyawaku saat ini.
Monday, December 15, 2008
Nuansa
Rami badatang si burung ayam-ayam
Baimbaian gugur daun kambang kasturi
Tarabang dibawa angin ka hatap rumbia
Imbahnya siang sampai di pahabisan
Hibak babulik matan pandulangan, matan pahumaan
Laki bini duduk basanding
Maitihi anak balajar mangaji
Lilin manyala di atas kaandakan
Sambil mahadang si gangan nangka
Bakumpul, bapandiran sasambil managur nang balalu-lalang
Urang sudah ampihan
Pina sunyi di muka palataran
Lalu banaik ka atas palaminan
Talarut dalam nyanyian bulan tarang
Friday, December 12, 2008
Daun Jatuh
Tapi untuk saat ini hanya ada kau dan aku. Suka-tidak suka, begitulah adanya. Tak peduli dengan hujan yang sebentar lagi datang.
Kali ini pintaku tidak banyak. Bicaralah padaku sebentar saja, sedikit saja, walau tentang daun jatuh sekalipun...
Wednesday, December 3, 2008
Sungguh, Aku Rindu Kebosanan Itu

Aku yakin sekali, tak ada satupun dapat menggantikan segala rasa yang dulu pernah kita bagi, juga tak seorangpun sanggup melupakan semua cerita kita ketika itu. Tentang gadis penakluk yang paling senang dilolok-olok dua lelaki paling gagah se-Banjarbaru, tentang bocah kacamata yang paling benci jika harus mengucap kata-kata berhuruf 'R', atau tentang si anak kost berambut keriting yang baru saja mengubah gaya rambutnya menjadi semakin unik dan menjadikannya tampil lebih percaya diri.
Kadang lucu juga mengingat semua itu. Ada perang tak berkesudahan, ada rasa cemburu yang berlebihan. Hahah, ada-ada saja.
Kemudian kulukiskan sedikit tentang kenangan, tentang pengalaman menantang maut di malam kelam hutan sejuta kenikmatan. Kulihat kalian serius sekali mendengarkan waktu itu, tenang saja kawan, jangan terlalu dipikirkan. Kisahku takkan berpengaruh terhadap kehidupan kalian. Nantilah, jika ada lagi kejadian, sebisanya kusampaikan dengan segenap bahasa yang sama-sama kita mengerti.
Tapi masalahnya sekarang adalah jarak dan waktu. Komunikasi hanya mengandalkan teknologi yang semakin memperpendek umur saja, bahkan membuat kita bertingkah layaknya orang gila di bundaran simpang empat atau pinggiran jalan A. Yani. Tapi mau bagaimana, tak ada pilihan lain, tak ada cara lain untuk bermain-main.
Sekarang hanya bisa menanti saatnya tiba, saat kita semua saling bicara dan saling bercerita. Walau tanpa suara, tanpa sepatah kata...
Lalu Kenapa Kalau Aku Diam Saja?
Menyapa saat berjumpa itu wajar adanya. Tapi apa kita harus selalu bicara ketika sedang bertatap muka? Tentang keluhan, tentang lelucon yang sangat biasa, atau tentang kebohongan dan kepalsuan yang mengada-ada. Kurasa tidak juga...
Tapi mengapa tetap saja, selalu diulang-ulang, selalu tak pernah bosan. Atau berpura-pura tidak bosan? Mungkin..
Dan sekedar tahu saja. Aku kurang suka dengan pembicaraan yang terlalu dan terkesan dipaksakan. Jadi mengertilah jika aku lebih banyak diam...
Tuesday, December 2, 2008
Januari
Hah...
Jo.
Fahmi kecelakaan, dirawat di RS Ratu Zaleacha (cek; Zalecha).
Mungkin salah satu cara yg efektif bwt ngumpulin teman2 lawas adalah dgn memacu sepeda motor sekencangnya, trus tabrakin ke tiang listrik atau truk yg lg berhenti...
Monday, December 1, 2008
Mid
1 Desember hari ini, suasana senja Cyberjaya tetap seperti biasanya. Kebetulan saja aku sendiri ketika itu, memang berangkat lebih awal karena tdk sabar ingin bertemu dosen2 tercinta di 3045 dekat gedung segitiga...
...jangan seperti bulan dan bintang waktu itu, tersenyum ketika beranjakku, hilang saat kembaliku....
--saat itu bulan dan bintang bnr2 tersenyum, bulan sabit terbuka ke atas, trus di atasnya ada 2 bintang(venus & jupiter katanya), bnr2 tersenyum...
(3 Dzulhijjah 1429)
Sunday, November 30, 2008
Biarkan Saja
Sebentar lagi maghrib, si kawan juga lagi asik menonton video2 heboh dengan volume yg tak kalah dgn orkes keliling di kampung2. Kusempatkan saja kirimkan sebaris kata kepada dia. Berharap agar dibalas sedikit lebih cepat dari biasanya, ya, mungkin karena sudah lama tdk melihatnya. Bertahan lebih lama mungkin tdk apa2. Toh gak kelihatan juga.
Wah, ternyata ada lagi yg baru, yg belum sempat kami perbincangkan seperti tiap malam dahulu. Aku ingat waktu dia mungkin tertawa karenaku, semoga bukan pura2. Tapi tetap saja sekarang beda, waktu sudah berubah, kepentingan pun berubah, rasa juga pasti ikut berubah. Apalagi pergaulan sudah lebih jauh berubah dari sebelumnya ketika kami saling mengejek waktu itu. Apa sekarang masih seperti dulu? Hah, biar sajalah, jangan ambil pusing, sekarang saja sudah pusing.
Waduh, tumben dibukanya messenger senja ini, baru kali ini. Kulihat sebentar, dan seperti yg sudah kuduga, sibuk katanya, walau aku tahu itu hanya pura2.
Apa kuhubungi dia sekarang saja? Gak ah, sholat dulu aja :)
Saturday, November 29, 2008
Untuk Sebuah Senyuman
Antara siang dan malam, hitam dan putih
Yang belum terjadi perjabatan hingga saat ini
Untuk waktu yang cukup lama
Hanya sebatas mengenal nama
Aku dan siapa, dia dan dirinya
Untuk waktu yang telah lalu
Yang belum sempat kita sampaikan kata
Kepadanya, dalam dunia yang berbeda
Untuk sebuah senyuman
Yang datang, lalu sepintas menghilang
Kepadanya, kepadamu aku rindu
Juga tentang suara, pernah kudengar tak sengaja
Dari sana, dari bisik-bisik tetangga
Dan untuk sebuah cinta
Untuk kamu, Mata Hatiku
* untuk rangkaian kata yg belum sempat terucap
–ntar diedit lg deh–
Kalaupun Aku Harus Pergi
* kita hanya bisa membayangkan dan memikirkan, namun kenyataannya akan lain
Tanya
Tentang apa yang kita cari, apa yang kita inginkan
Lalu bertanya kepada sepi, kepada malam di lembah sunyi
Tentang apa yang kita beri, apa yang kita korbankan
Dikala sendu, rindu yang kian mendayu
Dalam tawa di balik wajah-wajah palsu
Kita tidak pernah tahu apa yang semestinya kita lakukan
Sungguh, kita tidak akan pernah bisa mengerti
Kepada Seseorang
Rasanya juga baru kemarin aku mencari-cari celah di antara kerumunan wajah yang aku pun tak tahu pasti siapa itu, aku hanya mencari celah untuk memperhatikanmu Bintangku. Biarlah, aku hanya bisa menikmati bias seribu sinar-cahaya bulanmu dari kejauhan. Aku sangat takut mendekatimu walaupun sekedar untuk mengucap salam, atau sedikit basa-basi seperti menanyakan kabar dan kesibukan-kesibukanmu. Aku takut membuatmu malu jika mereka tahu kau sedang bicara padaku, itu saja.
Manisku,
andai setiap orang di dunia ini bertanya padaku dalam tiap detik yang berbeda, apakah aku menyukaimu. Tentu jawabannya akan sama, karena aku bukanlah orang munafik yang bisa berpura-pura lalu berkata kalau aku tidak memiliki perasaan apa-apa padamu. Tapi apalah, menurutku itu tidak terlalu penting bagimu. Kupikir masih banyak orang lain yang sangat layak menggapaimu di langit sana, dibanding aku yang sangat biasa.
Aku sudah pernah merasakan panasnya angin yang menghempas bebatuan di tepi-tepi jalan kotaku
Atau angin malam Bukit Pelawangan yang tak kenal ampun menusuk hingga ke dalam rusuk
Tapi belum pernah kurasakan hal terindah jika aku di dekatmu
Dengan sedikit banyak percakapan tentang angin dan laut
Hingga membuat kita lupa akan masalah-masalah hidup yang sudah terlalu sering kita pikirkan
Dan kita akan sama-sama terhanyut dalam belaian sang malam
Ketika aku memikirkan tentang bulan dan bintang, tentang aku dan dirimu
Manisku,
sekarang kuharap kau tahu akan apa yang sesungguhnya terjadi pada hatiku. Aku tidak memintamu untuk membalas tulisan tak berharga ini. Juga tidak memintamu meluangkan sedikit kata untuk menanggapi atau menjawab sebuah tanya yang tersirat dalam surat ini. Mungkin aku sudah tahu pasti jawaban itu jauh sebelum adanya kisah cinta antara Rama dan Sinta.
Aku tahu datangnya surat ini sangat mengganggumu dan mungkin sampai-sampai membuatmu tidak tenang menjalani setiap detik hari-harimu. Tapi aku sungguh tidak ingin berlama-lama menyiksa diri dengan keadaan ini. Dan jangan pernah salahkan aku atas perasaan ini, karena aku tidak pernah memilih untuk mencintaimu Sayangku.
Cyberjaya, 26 Agustus 2008
Pukul 3 dini hari, ketika rintik hujan mengiringi desir angin yang kian terasa, dan resah gelisah menyelimuti hati karena akan menghadapi ujian besok.
Waktu
Ketika tangis dan tawa bukan menjadi soal yang wajib untuk dipertanyakan
Ketika perkataan belum bisa mengungkapkan apa-apa
Kau dengar aku kawan?
Rintik hujan di pagi itu seakan membawa kita pada suatu keadaan dimana kita harus merenung, dimana kita harus menyadari
Bahwa hidup bukanlah suatu permainan yang tanpa aturan
Entah bagaimana caranya kalian bisa hadir kembali di sampingku saat ini
Mengajakku ke suatu tempat yang penuh dengan akar putih untuk kita cabuti
Atau merayap-rayap di sela pohon kecil berduri, lalu berlari tanpa henti
*buat sahabat2 kecilku